Pendahuluan
Wacana pelarangan pengamen menggunakan ondel-ondel di Jakarta mencuat sebagai upaya menjaga marwah ondel-ondel sebagai warisan budaya Betawi. Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Raden Gusti Arif Yulifard, menegaskan dukungan terhadap aturan ini dengan harapan ondel-ondel tidak hanya dipandang sebagai alat pengamen di jalanan, namun sebagai bagian penting dari budaya Betawi yang harus dilestarikan.
Analisis Wacana Larangan Ngamen Ondel-Ondel
Larangan pengamen dengan ondel-ondel bertujuan mengembalikan nilai estetika dan penghormatan terhadap kesenian tradisional Betawi. Ondel-ondel, sebagai ikon budaya Betawi, selama ini digunakan di berbagai acara seni dan budaya yang terorganisir. Namun, praktik mengamen di jalanan dianggap dapat menurunkan marwah budaya tersebut, sehingga perlu adanya pembatasan dan penertiban yang humanis.
Menurut Raden Gusti Arif Yulifard, pelarangan ini harus diimbangi dengan program pemberdayaan bagi pengamen ondel-ondel agar tidak kehilangan mata pencaharian mereka. Pemerintah daerah harus menyediakan solusi nyata seperti pelatihan keterampilan dan akses lapangan kerja baru, terutama melalui Dinas Kebudayaan, agar para pengamen dapat beralih ke kegiatan yang lebih terstruktur dan bernilai budaya tinggi.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung juga mengusulkan pembentukan regulasi atau perda yang khusus melindungi dan melestarikan ondel-ondel sebagai warisan budaya Betawi, yang dinamik dan harus dihargai dengan ruang tampil yang pantas untuk para seniman ondel-ondel. Saat ini tercatat ada 42 sanggar ondel-ondel yang mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi Jakarta.
Data Pendukung dan Perspektif Pakar
Gusti menyebutkan bahwa pelarangan menggunakan ondel-ondel sebagai alat ngamen bukan untuk mematikan mata pencaharian pengamen, melainkan sebagai bagian dari pelestarian budaya yang lebih terarah. Pendekatan ini sejalan dengan upaya pelestarian budaya lainnya yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat kecil dan inklusivitas.
Lebih jauh, melibatkan pengamen ondel-ondel dalam kegiatan resmi seperti festival budaya, parade seni, atau program seni pertunjukan yang terstruktur akan meningkatkan nilai seni dan melestarikan budaya Betawi secara berkelanjutan. Ini menjadi jalan yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan ondel-ondel di jalanan yang berpotensi merusak citra budaya tersebut.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penerapan wacana larangan ngamen menggunakan ondel-ondel harus berjalan dengan pendekatan humanis dan disertai program pemberdayaan yang kuat bagi para pengamen. Pemerintah daerah, khususnya Pemprov DKI Jakarta, harus memastikan bahwa regulasi yang dibuat bisa mengakomodasi pelestarian budaya sambil menjaga kesejahteraan masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan tersebut.
Rekomendasi utama antara lain adalah:
- Mengembangkan program pelatihan keterampilan dan pendampingan bagi pengamen ondel-ondel agar mereka dapat beralih ke sektor pekerjaan yang lebih berkelanjutan.
- Menyelenggarakan lebih banyak kegiatan budaya resmi yang melibatkan ondel-ondel sebagai media pelestarian dan edukasi budaya Betawi.
- Melakukan sosialisasi dan dialog intensif dengan komunitas pengamen ondel-ondel untuk mendapatkan masukan dan dukungan dalam pelaksanaan aturan larangan ini.
- Memastikan penertiban dilakukan secara humanis dan tidak merugikan kehidupan ekonomi masyarakat kecil.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan ondel-ondel dapat terus dijaga marwahnya sebagai warisan budaya Betawi yang kaya dan dinamis, sekaligus menjadi sumber penghidupan yang lebih baik bagi masyarakat yang terlibat.
wklymysqqvngniyzmpyzyltdegztpf
jpfzoixrnrsktilywghgwrhdiwwozz