Rachmat Gobel Tegaskan Tidak Impor Gula Saat Menjabat Menteri Perdagangan

Pendahuluan

Dalam persidangan kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Rachmat Gobel, Menteri Perdagangan (Mendag) RI periode 2014-2015, memberikan kesaksiannya. Gobel menegaskan bahwa selama menjabat sekitar 10 bulan, ia tidak pernah melakukan kegiatan impor gula, baik gula kristal mentah maupun gula pasir putih. Sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis, 15 Mei 2025.

Analisis

Keterlibatan Rachmat Gobel sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi impor gula menjadi perhatian publik, mengingat posisi kunci Gobel sebagai Mendag pada periode sebelumnya. Sangat penting untuk memahami bahwa tindak lanjut pemeriksaan ini tidak hanya bertujuan menegakkan hukum, tetapi juga menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kebijakan perdagangan pangan nasional.

Gobel menjelaskan masa jabatannya yang singkat, sekitar 10 bulan, sejak Oktober atau November 2014 hingga Agustus 2015. Selain itu, ia menyatakan tidak pernah melakukan impor gula, yang menurutnya tidak diperlukan karena stok gula nasional saat itu masih mencukupi. Fakta ini menjadi poin penting dalam pembuktian kasus karena menunjukan tidak adanya keterlibatan langsung Gobel dalam kegiatan impor gula yang menjadi sumber dugaan korupsi.

Dekati bulan puasa yang biasanya menjadi momen lonjakan konsumsi gula, Gobel menyebut adanya penugasan yang terkoordinasi dan terkontrol terhadap importasi gula yang dilakukan melalui pihak swasta atau BUMN, namun ia tidak menyatakan pernah melakukan penugasan tersebut secara pribadi dalam jabatannya. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme pengendalian tertentu dalam proses importasi gula, yang penting untuk dipahami dalam konteks tata kelola dan pengawasan pemerintah.

Data Pendukung

Dalam persidangan, ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika mengajukan sejumlah pertanyaan rinci kepada Gobel terkait periode masa jabatan dan aktivitasnya. Selain itu, jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Tom Lembong menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.

Tom Lembong didakwa melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP, khususnya Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Data ini memperkuat urgensi penegakan hukum dalam kasus ini dan menjadi pembelajaran penting mengenai tata kelola perdagangan dan pengawasan impor komoditas strategis seperti gula di Indonesia.

Kesimpulan

Keterangan Rachmat Gobel sebagai saksi dalam persidangan kasus impor gula menegaskan betapa pentingnya transparansi dan pengawasan ketat dalam kegiatan importasi komoditas pangan. Masa jabatan yang singkat dan pernyataannya yang jelas tidak melakukan impor gula menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penugasan dan pelaksanaan impor yang dilakukan pejabat menjelang dan selama masa jabatannya.

Pemerintah perlu mengoptimalkan koordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan bahwa kebijakan impor berjalan sesuai dengan aturan dan tanpa merugikan negara. Kasus Tom Lembong menjadi peringatan bagi semua pemangku kebijakan agar lebih berhati-hati dan akuntabel dalam mengambil keputusan strategis, terutama yang berkaitan dengan kepentingan nasional dan pengelolaan sumber daya pangan yang vital.

Dengan pembelajaran ini, diharapkan ke depan tata kelola perdagangan impor dapat lebih transparan dan akuntabel demi kebaikan dan kesejahteraan masyarakat luas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *