PSI Tolak Wisata Pulau Kucing di Pulau Seribu: Kawasan Konservasi dan Dampaknya

Pendahuluan

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Francine Widjojo, menegaskan penolakan terhadap rencana menjadikan Pulau Tidung Kecil di Kepulauan Seribu sebagai destinasi wisata untuk pulau kucing. Ia menekankan bahwa pulau tersebut adalah kawasan konservasi dan strategis yang memerlukan perlindungan ketat.

Analisis Penolakan dan Dampak Sosial

Francine Widjojo menyatakan bahwa Pulau Tidung Kecil termasuk dalam kawasan konservasi perairan yang telah diatur oleh Perda DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pulau ini berfungsi sebagai kawasan strategis provinsi dari aspek lingkungan hidup dan sebagai kawasan perlindungan biota laut.

Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran kerusakan ekosistem yang dapat ditimbulkan dengan meningkatkan populasi kucing di pulau tersebut. Kucing merupakan predator invasif yang dapat mengancam fauna asli seperti burung, mamalia, reptil, dan amfibi, termasuk penyu hijau. Selain itu, kucing liar sulit dikendalikan, dan rencana relokasi kucing liar dari daratan Jakarta ke pulau kucing di Kepulauan Seribu dapat menggandakan populasi kucing liar yang berpotensi menimbulkan masalah baru seperti penyebaran penyakit dan munculnya hama tikus.

Selain itu, Pulau Tidung Kecil merupakan pusat kegiatan agrowisata dan konservasi laut yang memiliki budidaya penting seperti penangkaran penyu sisik, budidaya ikan paus sperma, pembibitan mangrove, dan budidaya tanaman lokal. Oleh karena itu, keberadaan kucing dalam jumlah besar dapat mengancam upaya konservasi tersebut.

Data Pendukung dan Perbandingan Kasus

Berdasarkan Pasal 70 ayat 2 dan Pasal 94 ayat 1 Perda RTRW DKI Jakarta, kawasan konservasi di Pulau Tidung Kecil meliputi sekitar 1.337 hektare kawasan laut yang dilindungi. Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta pada 2019 pernah melepasliarkan burung kutilang di kawasan ini guna menjaga ekosistemnya.

Populasi kucing liar di Jakarta diperkirakan mencapai 1,5 juta ekor. Relokasi semua kucing liar ini ke Kepulauan Seribu, seperti yang direncanakan dalam wisata pulau kucing, berpotensi menggandakan populasi kucing liar di wilayah Jakarta hingga 3 juta ekor, dengan konsekuensi yang sulit dikendalikan dan berisiko tinggi bagi kesehatan manusia dan kelestarian ekosistem.

Sebagai perbandingan, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, pernah menyebutkan bahwa di Jepang terdapat wisata pulau kucing yang menjadi destinasi populer dan sumber pendapatan. Namun kondisi ekologi, pengelolaan, dan tata kelola ekosistem di Jepang berbeda dengan Indonesia sehingga tidak bisa disamakan secara langsung.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penolakan oleh PSI terhadap rencana wisata pulau kucing di Pulau Seribu berdasar pada perlindungan kawasan konservasi penting dan keprihatinan atas dampak negatif ekologis serta sosial yang mungkin timbul. Peningkatan populasi kucing liar di pulau konservasi dapat merusak habitat alami dan mengancam fauna asli.

Alternatif solusi yang dianjurkan adalah penggunaan anggaran yang diperuntukkan bagi pulau kucing untuk memperbaiki layanan kesehatan hewan yang menjangkau lebih banyak warga Jakarta. Misalnya, membangun pusat kesehatan hewan di tiap kota dan rumah sakit hewan dengan standar internasional, guna menanggulangi populasi kucing liar secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Ini juga menghindari dampak buruk relokasi besar-besaran yang dapat menimbulkan ledakan populasi kucing liar dan masalah tambahan terkait kesehatan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *