Pendahuluan
Penertiban lahan milik BMKG yang diduduki oleh ormas GRIB Jaya di kawasan Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten, menjadi sorotan karena berdampak pada pedagang yang berjualan di lokasi tersebut. Dua pedagang yang selama ini beraktivitas di lahan tersebut mengungkapkan pengalaman mereka yang harus membayar pungutan liar (pungli) kepada GRIB Jaya dengan nilai jutaan rupiah, tanpa mengetahui bahwa lahan yang mereka gunakan sebenarnya milik BMKG.
Analisis Situasi dan Dampak Sosial
Fenomena pungli di lahan yang secara administratif bukan milik GRIB Jaya ini menimbulkan masalah sosial dan hukum yang kompleks. Masyarakat lokal yang hendak berusaha justru terjebak dalam praktik pungli yang dilakukan oleh oknum atau institusi yang mengklaim otoritas di lahan tersebut. Kasus ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan kerugian ekonomi bagi pedagang yang tidak menerima informasi dan perlindungan yang jelas tentang status kepemilikan lahan.
Darmaji, salah satu pedagang seafood, mengungkapkan bahwa ia mendapatkan tawaran membuka lapak dari Ketua RT dan tidak mendapat penjelasan soal status lahan. Ia rutin membayar sewa bulanan sebesar Rp 3,5 juta yang ditransfer ke rekening Ketua GRIB Kota Tangsel, Yani Tuanaya. Sementara itu, Ina Wahyuningsih, pedagang sapi kurban yang menggunakan lahan tersebut sejak awal Mei, membayar Rp 22 juta sebagai uang koordinasi yang juga diserahkan kepada pihak GRIB Jaya. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme pungutan tidak resmi yang memberatkan pelaku usaha kecil di lokasi tersebut.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Pungutan liar sebesar Rp 3,5 juta hingga Rp 22 juta tentu menjadi beban bagi para pedagang dan berpotensi mengganggu kelangsungan usaha mereka. Praktik ini juga menciptakan ketidakadilan sosial dan mengaburkan tata kelola lahan yang jelas dan transparan. Padahal, seharusnya pedagang yang menggunakan fasilitas publik seperti lahan BMKG mendapat perlindungan hukum dan kepastian usaha.
Selain itu, tindakan penertiban yang dilakukan oleh aparat kepolisian di bawah pimpinan Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Inkiriwang menunjukkan upaya pemerintah untuk mengembalikan fungsi serta ketertiban lahan milik negara. Namun, proses penertiban ini juga berdampak langsung pada pedagang yang harus membongkar lapaknya atau pindah lokasi, menambah tekanan sosial dan ekonomi di tengah usaha mereka.
Data Pendukung dan Perbandingan Kasus
Praktik pungli di lahan yang secara resmi milik instansi pemerintah memang bukan kasus baru di Indonesia. Menurut sejumlah penelitian dan laporan, pungli sering terjadi di berbagai sektor dan menghambat pertumbuhan ekonomi serta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Dalam konteks lahan BMKG yang diduduki GRIB Jaya, kasus ini mirip dengan sejumlah kasus penyerobotan lahan dan pungutan liar oleh oknum atau kelompok tertentu yang mengatasnamakan organisasi masyarakat. Data resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa pungli masih menjadi salah satu persoalan utama yang harus diberantas untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan transparan.
Kutipan Pakar
Seorang pakar hukum agraria menyatakan, “Ketidakjelasan status kepemilikan lahan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk melakukan pungutan tak resmi yang merugikan masyarakat dan mencemarkan citra pemerintahan. Oleh karena itu, penting adanya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas untuk menyelesaikan konflik lahan seperti kasus di Tangerang Selatan ini.”
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kasus pungli di lahan BMKG yang diduduki oleh GRIB Jaya di Tangerang Selatan memperlihatkan adanya permasalahan tata kelola lahan yang harus segera diselesaikan secara menyeluruh. Berikut beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan:
- Penegakan Hukum Tegas: Aparat kepolisian dan pemerintah daerah harus memastikan tidak ada praktik pungli dalam penggunaan lahan negara dengan melakukan pengawasan dan penindakan hukum yang konsisten.
- Transparansi dan Sosialisasi: Penting melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha terkait status kepemilikan lahan dan perizinan yang benar agar tidak terjadi kebingungan dan eksploitasi.
- Perlindungan Pedagang Kecil: Pemerintah harus menyediakan solusi alternatif bagi pedagang yang terkena imbas penertiban agar usaha mereka tetap dapat berjalan tanpa beban pungutan liar.
- Koordinasi Antar Lembaga: BMKG, pemerintah daerah, dan aparat hukum perlu berkoordinasi untuk mengamankan lahan dan mencegah oknum-oknum yang memanfaatkan situasi tanpa izin resmi.
Pelajaran dari kasus ini menunjukkan bahwa penataan tata kelola lahan yang jelas dan pemberantasan pungli merupakan hal penting untuk mendukung iklim usaha yang sehat dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Foto: Pedagang di lahan BMKG curhat ke Kapolres Tangsel soal bayar jutaan rupiah ke GRIB Jaya (Dok. Taufiq Syarifudin)