Pendahuluan
Novel Baswedan, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengungkapkan bahwa dirinya dan timnya pernah menawarkan untuk menangkap buron kasus korupsi Harun Masiku. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh Firli Bahuri, yang saat itu menjabat sebagai pimpinan KPK. Kasus ini menjadi sorotan karena terkait dengan dugaan perintangan penangkapan seorang buronan korupsi yang cukup kontroversial.
Analisis
Penolakan atas tawaran Novel Baswedan untuk menangkap Harun Masiku menunjukkan adanya dinamika internal di KPK yang sangat kompleks. Pada tahun 2021, saat sejumlah penyidik termasuk Novel dan timnya dihadapkan dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang banyak dikritik, mereka juga sudah memiliki informasi terkait keberadaan Harun Masiku. Namun, pimpinan KPK saat itu, Firli Bahuri dan koleganya, tidak merespons dan malah mendiamkan tawaran tersebut.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan terkait komitmen pimpinan KPK dalam memberantas korupsi, khususnya dalam menangani kasus buronan yang signifikan. Selain itu, penyingkiran sejumlah penyidik yang menawarkan bantuan tersebut melalui TWK menambah kompleksitas isu ini, memperlihatkan adanya kemungkinan hambatan administratif dan politik di dalam lembaga antirasuah tersebut.
Data Pendukung
Sekitar 57 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan pada tahun 2021 diberhentikan, termasuk tim yang menawarkan untuk menangkap Harun Masiku. Novel Baswedan menyatakan keyakinannya bahwa selama Firli Bahuri memimpin, Harun Masiku tidak akan tertangkap. Pernyataan ini juga mendapat respon sejalan dengan pengakuan penyelidik lain dalam sidang perintangan penyidikan yang mengaku mengetahui keberadaan Harun Masiku namun belum melakukan penangkapan.
Berbagai pengamat hukum dan lembaga masyarakat sipil telah menyoroti kasus ini sebagai contoh nyata tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia ketika terdapat intervensi atau hambatan dari dalam lembaga sendiri. Kasus ini menegaskan perlunya transparansi dan akuntabilitas tinggi di institusi penegak hukum.
Kesimpulan
Dari kasus yang diungkapkan Novel Baswedan, dapat diambil pelajaran penting bahwa pemberantasan korupsi membutuhkan dukungan penuh dari semua level pimpinan dalam lembaga penegak hukum. Hambatan internal seperti penolakan tawaran penangkapan dan pemberhentian penyidik berpotensi melemahkan efektivitas lembaga tersebut.
Rekomendasi penting adalah perlunya evaluasi menyeluruh sistem internal di KPK agar peristiwa serupa tidak terulang dan agar proses hukum bisa berjalan tanpa intervensi yang menghambat. Pergantian pimpinan diharapkan dapat membawa perubahan positif dan menjadi titik terang dalam penyelesaian kasus buronan korupsi seperti Harun Masiku.