Melihat Dapur Katering Jemaah Haji RI: Koki dan Bumbu Didatangkan dari Tanah Air

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia telah menggandeng sejumlah dapur katering untuk menyediakan makanan bagi jemaah haji Indonesia di Madinah, Arab Saudi. Untuk menjaga cita rasa khas Indonesia, koki hingga bumbunya didatangkan langsung dari Tanah Air.

Analisis Penyebab dan Strategi Penyediaan Makanan

Salah satu dapur katering yang melayani makanan jemaah haji RI adalah Uhud Taibah for Catering yang memiliki dua dapur utama; dapur kering untuk meracik ulang bumbu siap pakai dari Indonesia dan hot room dengan panci-panci besar untuk memasak makanan dalam jumlah besar. Pendekatan ini dipilih agar rasa masakan tetap autentik Indonesia dan cocok dengan lidah jemaah haji asal Indonesia.

Koki utama, Muhammad Suhendi, yang berasal dari Cisarua, Bogor, menegaskan bahwa 90 persen bumbu yang digunakan dikirim dari Indonesia sehingga cita rasa masakan tetap terjaga. Selain itu, menu khas Nusantara seperti nasi uduk, orek tempe, dan sambal-sambal tetap dominan disajikan setiap hari agar jemaah merasa seperti di rumah meskipun jauh dari tanah air.

Pada hari Jumat, pihak katering menyediakan pula menu khas Arab Saudi dengan nasi Arab, ayam panggang, dan kurma yang menjadi bagian dari pengalaman spiritual dan budaya jemaah. Hal ini menunjukkan bahwa penyediaan makanan tidak hanya untuk kebutuhan gizi, tetapi juga menjaga pengalaman ritual dan kebiasaan budaya mereka.

Data Pendukung dan Pengawasan Kualitas Makanan

Tenaga ahli pengawas konsumsi haji dari Poltekpar NHI Bandung, Dadang Suratman, memantau ketat proses distribusi makanan sampai ke tangan jemaah. Proses memasak dimulai pada malam hari agar pagi hari pukul 6 sudah sampai di hotel. Makanan harus tetap pada suhu sekitar 80 derajat Celsius agar tetap hangat dan layak konsumsi. Tim kesehatan dan KKHI (Kantor Kesehatan Haji Indonesia) melakukan pemeriksaan secara ketat, dan jika ada makanan yang tidak memenuhi standar, maka makanan tersebut ditahan dan tidak didistribusikan.

Jemaah juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sesuai jadwal tertentu agar makanan tetap fresh dan tidak basi; sarapan sebelum pukul 9, makan siang sebelum pukul 16.00, dan makan malam sebelum pukul 21.00. Makanan yang tidak dimakan saat waktu tersebut harus dibuang demi keamanan dan kesehatan jemaah.

Pengawasan ketat ini penting untuk mencegah risiko kesehatan yang dapat timbul akibat makanan yang tidak layak konsumsi di lingkungan yang menuntut kondisi fisik yang prima selama menjalankan ibadah haji.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penyediaan makanan bagi jemaah haji adalah aspek penting yang mendukung kelancaran ibadah dan kesejahteraan jemaah. Dengan mendatangkan koki dan bumbu dari Tanah Air, pemerintah Indonesia berusaha menjaga cita rasa makanan agar tetap sesuai lidah Indonesia, sekaligus memberikan pengalaman yang hangat dan menyenangkan bagi jemaah di luar negeri.

Strategi penyajian makanan yang menggabungkan menu Nusantara dan Arab Saudi juga mencerminkan penghargaan terhadap keberagaman budaya sekaligus menjaga nikmatnya makanan yang disiapkan.

Pemeriksaan ketat dan pengawasan kesehatan makanan merupakan langkah preventif penting yang harus terus dijaga demi menghindari gangguan kesehatan selama pelaksanaan ibadah haji yang memerlukan kondisi fisik prima.

Keseluruhan pendekatan ini dapat menjadi model bagi penyelenggaraan katering pelayanan dalam kegiatan ibadah atau acara besar lain yang melibatkan kebutuhan makanan dalam jumlah besar dengan memperhatikan budaya dan kesehatan konsumen yang dilayani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *