Pendahuluan
Belakangan ini, anggota Komisi VII DPR RI, Yoyok Riyo Sudibyo, menyoroti isu penting berkaitan dengan keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang kerap meresahkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa selain perusahaan besar maupun investor asing yang sering mendapat tekanan, UMKM juga menjadi korban pemalakan oleh oknum-oknum ormas yang meminta “jatah preman” agar bisnis mereka tidak diganggu.
Kasus ini mencuat setelah terungkapnya dugaan pemaksaan jatah proyek terhadap investor asing yang melibatkan oknum dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Cilegon sebagai tersangka. Hal ini menimbulkan keprihatinan tentang bagaimana praktik premanisme atau pemerasan yang dilakukan oleh ormas maupun kelompok tertentu dapat menghambat perkembangan dunia usaha, khususnya usaha kecil dan menengah.
Analisis: Penyebab Viral dan Dampak Sosial
Fenomena “jatah preman” yang dilaporkan oleh Yoyok Riyo Sudibyo ini menjadi perhatian karena tidak hanya meresahkan pelaku usaha besar, tetapi juga pelaku usaha kecil dan UMKM yang sebenarnya menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Penyebabnya antara lain adalah lemahnya pengawasan lingkungan usaha, kurangnya penegakan hukum terhadap oknum preman, serta adanya celah bagi kelompok tertentu untuk memanfaatkan bisnis sebagai sumber keuntungan ilegal.
Dampak sosial yang ditimbulkan sangat besar. Banyak pelaku UMKM mengalami tekanan dan gangguan sehingga berpengaruh pada kelangsungan usaha dan kesejahteraan keluarga mereka. Praktik pemerasan ini memutus semangat berusaha dan menciptakan iklim investasi yang tidak sehat. Lebih jauh, hal ini juga merusak kepercayaan investor dan menghambat pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.
Selain itu, kehadiran investor asing yang seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat setempat justru sering menjadi ajang eksploitasi oleh kelompok tertentu yang menuntut keuntungan di luar aturan. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dan potensi konflik sosial di masyarakat.
Data Pendukung dan Kutipan Pakar
Yoyok Riyo Sudibyo mengungkapkan, “Jangankan investor asing yang artinya adalah perusahaan besar, praktik pemerasan atau pemalakan juga dihadapi pelaku usaha kecil. UMKM dan industri-industri rakyat juga sering menghadapi oknum-oknum ormas yang minta ‘jatah preman’ kalau usahanya tidak mau diganggu.”
Menurut Yoyok, setiap investasi harus memiliki rencana kemitraan yang terbuka berdasarkan data potensi UMKM yang transparan. Ia menegaskan diperlukan komitmen organisasi lokal untuk tidak menyalahgunakan kewenangan demi kepentingan pribadi dan menjaga iklim berusaha yang sehat.
Kasus yang tengah ditangani pihak berwajib di mana Ketua Kadin Kota Cilegon, Muh Salim, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga meminta proyek senilai Rp 5 triliun tanpa proses lelang, menjadi contoh nyata bahwa praktik premanisme telah mengakar di dunia usaha. Bersama dua tersangka lain, kasus ini sedang diproses dan mendapat perhatian serius dari aparat kepolisian.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Fenomena “jatah preman” yang menimpa UMKM dan pelaku usaha kecil adalah masalah serius yang harus segera diatasi untuk menciptakan iklim ekonomi yang sehat dan berkeadilan. Pemerintah pusat dan daerah perlu mengambil tindakan tegas dengan menertibkan aksi premanisme yang berkedok ormas tersebut.
Pemberantasan pungli dan pemerasan harus dilakukan secara konsisten dengan dukungan penegak hukum dan pengawasan yang ketat dari masyarakat. Pemerintah juga harus memberikan perlindungan khusus kepada UMKM sebagai penggerak ekonomi yang vital. Hal ini termasuk memastikan investasi asing dan proyek besar berjalan dengan tata kelola yang transparan dan adil, serta membangun kemitraan yang saling menguntungkan bagi semua pihak, terutama masyarakat lokal.
Kampanye edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya premanisme sangat penting, agar fenomena ini tidak dianggap sebagai hal yang wajar. Kebijakan strategis yang mendukung pemberdayaan UMKM dan menjamin keamanan berusaha dari intervensi non-prosedural akan membantu meningkatkan kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.