Legislator PKS Prihatin Dewi Astutik Jadi Buron Interpol Kasus Sabu Rp 5 T

Pendahuluan

Perhatian publik tengah tertuju pada kasus buronan Interpol, Dewi Astutik, yang diduga sebagai otak penyelundupan narkoba jenis sabu seberat dua ton dengan nilai sekitar Rp 5 triliun. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, mengungkapkan keprihatinannya terkait keterlibatan Dewi Astutik, seorang perempuan dan WNI, dalam jaringan kejahatan narkotika berskala besar ini.

Analisis Kasus dan Dampak Sosial

Keterlibatan perempuan dalam sindikat peredaran gelap narkoba bukanlah hal baru, namun tetap saja menjadi perhatian serius mengingat peran perempuan sering dimanfaatkan sindikat untuk menjalankan aktivitas ilegal. Dalam kasus Dewi Astutik, keprihatinan muncul karena ia bukan hanya terlibat sebagai kurir melainkan diduga sebagai otak penyelundupan, yang menunjukkan tingkat peran strategis dalam jaringan kriminal internasional.

Dampak sosial dari kasus ini sangat besar. Selain mengancam keamanan dan kesehatan masyarakat, keterlibatan warga negara Indonesia dalam sindikat internasional narkoba dapat mencoreng citra bangsa dan menimbulkan keresahan publik. Hal ini juga membuka ruang bagi aparat penegak hukum untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan upaya pencegahan melalui koordinasi antar institusi seperti BNN dan Interpol.

Peran dan Harapan dari Aparat Penegak Hukum

Nasir Djamil menegaskan pentingnya tindakan cepat dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Interpol dalam menangkap Dewi Astutik. Penangkapan buronan ini bukan saja penting untuk mengusut dan membongkar jaringan narkoba yang diduga terkait dengan gembong narkoba Fredy Pratama, tetapi juga sebagai gambaran keseriusan aparat dalam memberantas peredaran narkoba lintas negara.

Data Pendukung dan Keterangan Tambahan

Menurut Kepala Dusun Dukuh Sumber Agung, Gunawan, Dewi Astutik bukan warga asli dusun tersebut, namun pernah tinggal di wilayah Balong dan bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri, termasuk Taiwan, Hong Kong, dan Kamboja. Fakta ini menunjukkan modus penggunaan identitas TKI untuk menyamarkan aktivitas ilegalnya.

Kantor Imigrasi Ponorogo telah menggelar rapat Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) sebagai respons terhadap kasus ini guna memperkuat pengawasan di wilayah Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek. Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo, Happy Reza Dipayuda, menyatakan bahwa Dewi Astutik mengaku sebagai TKI, padahal sebenarnya bertugas merekrut orang untuk menjadi kurir narkoba.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Keterlibatan perempuan Indonesia dalam jaringan narkoba internasional menuntut pendekatan penegakan hukum yang komprehensif dan terpadu. Pemerintah dan aparat harus meningkatkan sinergi, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk mengusut tuntas kasus ini dan mencegah peredaran narkoba yang semakin masif.

Selain itu, perlu diperkuat program edukasi dan sosialisasi untuk masyarakat agar lebih waspada terhadap modus-modus baru sindikat narkoba, terutama penggunaan kedok TKI sebagai penyamaran. Dukungan masyarakat dan peningkatan kapasitas lembaga penegak hukum menjadi kunci utama dalam memberantas peredaran narkoba yang merusak generasi muda dan stabilitas sosial bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *