KPAI Minta Pihak Nikahkan Anak SMP-SMK di Lombok Tengah Disanksi Tegas

Pendahuluan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengeluarkan pernyataan tegas terkait pernikahan anak di bawah umur yang baru-baru ini viral di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kasus ini melibatkan anak-anak tingkat SMP dan SMK yang melakukan pernikahan, yang memicu kecaman dan tuntutan agar pemberi izin dan pihak terkait mendapatkan sanksi tegas.

Analisis Viral Pernikahan Anak di Lombok Tengah

Pernikahan anak yang terjadi di Lombok Tengah menjadi sorotan karena bertentangan dengan hukum yang berlaku mengenai batas minimal usia menikah. KPAI menegaskan bahwa pernikahan tersebut tidak melalui proses resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) ataupun dispensasi kawin sehingga masuk kategori nikah siri atau di bawah tangan. Pihak-pihak yang memfasilitasi pernikahan ini, termasuk imam desa atau penghulu dalam tradisi lokal, dianggap melanggar hukum dan harus mendapat sanksi jelas.

Adat Merariq, tradisi kawin lari yang masih kuat dipegang oleh masyarakat Suku Sasak di NTB, disebut menjadi latar belakang munculnya pernikahan anak ini. Namun, KPAI menyatakan terdapat kesalahan dalam penafsiran nilai budaya tersebut, terutama dalam memberikan sanksi kepada anak yang menikah. Dalam adat, seharusnya orang tua yang disanksi karena tanggung jawab utama ada pada mereka, bukan anak-anak yang melakukan pernikahan tersebut.

Dampak Sosial dari Pernikahan Anak

Pernikahan anak memiliki dampak negatif yang luas, baik dari sisi pendidikan, kesehatan, maupun psikologis anak. Kasus viral ini menyoroti kondisi anak perempuan yang tampak mengalami stres dan perilaku janggal saat prosesi pernikahan berlangsung. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian dan pendampingan medis serta psikologis terhadap anak yang menjadi korban pernikahan dini.

Data Pendukung dan Pendapat Ahli

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengekspresikan keprihatinan atas kondisi mempelai perempuan dan menegaskan bahwa pemeriksaan medis diperlukan untuk memastikan kondisi psikologis korban. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya telaah mendalam atas kasus-kasus pernikahan anak, tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga kesehatan.

KPAI menuntut keterlibatan tokoh adat dan agama sebagai bagian dari edukasi masif kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di masa depan. Edukasi yang tepat diharapkan dapat memperbaiki pemahaman masyarakat terhadap tradisi dan budaya tanpa mengorbankan hak-hak anak.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kasus pernikahan anak di Lombok Tengah merupakan peringatan serius mengenai pelanggaran hak anak dan perlunya penegakan hukum yang tegas pada pihak-pihak yang memfasilitasi pernikahan di bawah umur. Pemerintah dan lembaga terkait harus memperkuat sosialisasi dan edukasi tentang dampak negatif pernikahan anak serta memastikan keterlibatan tokoh adat dan tokoh agama dalam upaya pencegahan.

Diperlukan pula pendekatan holistik yang mengkombinasikan aspek hukum, sosial budaya, dan pendampingan psikologis bagi anak-anak yang terlibat dalam pernikahan dini. Sanksi harus diberlakukan tidak hanya kepada anak, tetapi terutama kepada orang tua dan pihak yang melanggar, agar hak anak terlindungi dan budaya positif dapat dijaga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *