Pendahuluan
Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja ke China untuk mempelajari permasalahan penyusutan lahan pertanian yang juga dialami Indonesia, serta mencari solusi inovatif yang dapat diterapkan di tanah air. Wakil Ketua Komisi IV DPR, Alex Indra Lukman menyampaikan bahwa Indonesia dan China menghadapi tantangan serupa terkait alih fungsi lahan pertanian yang menyebabkan penyusutan lahan sawah.
Dalam kunjungan tersebut, delegasi DPR diterima di China Academy of Agricultural Sciences (CAAS) dan mengunjungi Gedung Smart Vertical Farming untuk mempelajari pengembangan pertanian vertikal yang menggabungkan teknologi modern seperti Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI).
Analisis Penyebab dan Dampak Penyusutan Lahan Pertanian
Penyusutan lahan pertanian di Indonesia tercatat menyusut seluas 300.000 hektar pada periode 2013 hingga 2019 menurut data BPS. Fenomena ini utamanya disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk kepentingan non-pertanian, seperti perumahan dan industri, yang mengurangi luas lahan produktif yang dapat digunakan untuk bercocok tanam.
Hal serupa juga dialami oleh China, yang memiliki keterbatasan lahan subur akibat topografi dan iklim. Hanya sekitar 10% luas daratan China yang cocok untuk bercocok tanam. Penyusutan lahan ini berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional jika tidak ada solusi efektif.
Solusi Pertanian Vertikal dan Pemanfaatan Smart Farming
China mengatasi isu ini dengan inovasi pertanian vertikal yang efisien dan modern di perkotaan. Teknologi pertanian cerdas tersebut menggunakan sistem otomasi dan integrasi IoT serta AI untuk mengelola tanaman secara optimal dengan penggunaan lahan dan air yang lebih efisien.
Konsep pertanian vertikal memungkinkan produksi pangan di area terbatas sekaligus mengurangi ketergantungan pada lahan tradisional yang semakin berkurang. Ini menjadi solusi strategis dalam menghadapi tantangan lahan pertanian yang menyusut akibat urbanisasi.
Alex Indra Lukman juga menyoroti pentingnya mendukung inovasi petani lokal di Indonesia, seperti inovasi Sawah Pokok Murah (SPM) di Sumatera Barat yang bertujuan menekan biaya produksi petani. Namun, inovasi tersebut masih memerlukan dukungan riset mendalam dari pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya.
Data Pendukung dan Kutipan Pakar
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik periode 2013-2019, lahan sawah di Indonesia menyusut 300.000 hektar. Hal ini menjadi alarm bagi pengelolaan sumber daya pangan nasional.
Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, memimpin delegasi yang mengunjungi CAAS di Beijing sebagai bagian dari upaya pembelajaran sistem pertanian modern. Selama kunjungan, mereka mendapatkan informasi teknis langsung mengenai pertanian vertikal cerdas.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Alex Indra, mengutip pernyataan Presiden pertama Indonesia Sukarno bahwa “Pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa” yang menegaskan pentingnya ketahanan pangan bagi keberlangsungan suatu negara.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penyusutan lahan pertanian menjadi tantangan serius bagi ketahanan pangan Indonesia, yang memerlukan solusi inovatif dan dukungan riset yang kuat. Belajar dari teknologi pertanian vertikal dan smart farming di China dapat menjadi langkah strategis untuk mengatasi keterbatasan lahan.
Pemerintah dan lembaga riset diharapkan aktif mendukung inovasi petani lokal, seperti metode Sawah Pokok Murah di Sumatera Barat, melalui riset dan pendanaan yang memadai. Hal ini penting agar ketahanan pangan nasional dapat terjaga dan kualitas hidup petani meningkat.
Selain itu, perlu adanya penguatan regulasi dan perlindungan terhadap lahan pertanian agar alih fungsi lahan dapat diminimalkan dan keberlanjutan sektor pertanian tetap terjaga bagi generasi berikutnya.