Kajian Teknisi dan Arkeolog untuk Wacana Stairlift Permanen di Candi Borobudur

Pendahuluan

Wacana pemasangan stairlift permanen di Candi Borobudur menjadi perhatian Komisi X DPR. Usai kunjungan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, diskusi mengenai pelestarian dan aksesibilitas situs warisan dunia ini mengemuka. Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, meminta pemerintah agar melakukan kajian teknis dan arkeologis yang mendalam sebelum keputusan tersebut diambil.

Analisis Wacana Pemasangan Stairlift Permanen

Stairlift dianggap sebagai alat bantu untuk meningkatkan aksesibilitas wisatawan, terutama lansia dan penyandang disabilitas, ke kawasan Candi Borobudur yang memiliki struktur tangga cukup terjal. Namun, pemasangan alat mekanik secara permanen pada situs cagar budaya yang berusia berabad-abad ini mengundang kekhawatiran tentang kemungkinan gangguan pada keaslian struktur dan estetika candi.

Politikus dari PKB ini menekankan pentingnya pelestarian nilai historis dan arsitektural sebagai prioritas utama. Dia mengingatkan bahwa tanpa kajian teknis dan arkeologis yang komprehensif, adanya pemasangan permanen berisiko merusak struktur asli yang selama ini terjaga dengan baik. Selain itu, keterlibatan UNESCO dan pakar konservasi sangat diperlukan untuk menjamin kelestarian warisan dunia tersebut.

Wacana ini mencerminkan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengakomodir kebutuhan aksesibilitas bagi semua lapisan masyarakat, sembari menjaga nilai-nilai konservasi budaya yang tinggi.

Data Pendukung dan Perspektif Pakar

Wakil Ketua Komisi X DPR Fraksi PDIP, My Esti Wijayati, turut memberikan pandangannya terkait regulasi dan dampak struktural dari pemasangan alat mekanik tersebut. Ia menegaskan bahwa cagar budaya harus dikelola berdasarkan peraturan perundangan yang ketat. Esti mengingatkan bahwa struktur Borobudur mengalami penurunan alami beberapa milimeter setiap tahun, sehingga penambahan beban alat bantu berpotensi memperburuk kondisi bangunan.

Ia juga menegaskan pentingnya membatasi penggunaan alat bantu secara sementara, terutama jika hanya untuk kebutuhan protokoler tamu negara, dan setelah itu harus segera dibongkar untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Dari sisi pelestarian spiritual, Esti menuturkan bahwa Candi Borobudur adalah tempat ibadah dan pusat spiritual umat Buddha, dimana fungsi religius harus menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, perlu diatur mekanisme akses bagi lansia atau umat yang beribadah dengan tanpa merusak keaslian struktur candi.

Dukungan untuk pengembangan teknologi aksesibilitas non-invasif juga disuarakan oleh Komisi X DPR. Hal ini menunjukkan kebutuhan untuk mencari solusi inovatif dan ramah lingkungan dalam pengelolaan wisata budaya agar tetap inklusif dan lestari.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Pemasangan stairlift permanen di Candi Borobudur merupakan isu yang kompleks, menggabungkan aspek konservasi budaya, regulasi cagar budaya, dan kebutuhan aksesibilitas yang inklusif.

Kajian teknis dan arkeologis serta diskusi dengan UNESCO dan para pakar konservasi harus menjadi langkah awal dalam menilai kelayakan pemasangan alat tersebut. Keputusan harus memprioritaskan pelestarian struktur dan estetika candi tanpa mengorbankan aksesibilitas yang makin penting bagi masyarakat luas.

Selain itu, pemerintah didorong untuk mengeksplorasi solusi alternatif yang bersifat sementara, adaptif, dan minim dampak terhadap situs cagar budaya, seperti teknologi aksesibilitas non-invasif. Ini akan menjaga agar keaslian dan keutuhan Borobudur tetap terjaga sekaligus memberikan pengalaman wisata yang inklusif bagi semua kalangan.

Penting pula pemahaman bahwa Borobudur sebagai situs warisan dunia tidak sekadar objek wisata, melainkan juga tempat suci dan pusat spiritual, sehingga tata kelola dan akses harus menghormati nilai-nilai tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *