Fadli Zon Pastikan Tidak Ada Pemasangan Eskalator di Candi Borobudur

Pendahuluan

Candi Borobudur kembali menjadi sorotan publik berkat isu viral mengenai adanya rencana pemasangan eskalator di kawasan cagar budaya tersebut. Namun, isu ini segera mendapat bantahan dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menegaskan bahwa tidak ada rencana pemasangan eskalator maupun lift permanen di Borobudur. Justru pemerintah sedang mengupayakan pemasangan chairlift non-permanen sebagai fasilitas inklusif untuk penyandang disabilitas dan kelompok yang membutuhkan akses khusus.

Analisis Isu Viral dan Klarifikasi Pemerintah

Isu terkait pembangunan lift hingga pemasangan eskalator di Candi Borobudur ternyata merupakan informasi keliru yang beredar luas di masyarakat. Dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Fadli Zon dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada pembangunan lift maupun eskalator permanen. Informasi confusion ini bahkan diperparah dengan penggunaan istilah “eskavator” yang salah kaprah dan menyesatkan.

Penggunaan chairlift non-permanen ini adalah solusi yang diadopsi dari berbagai situs warisan dunia lain seperti Akropolis, Pantheon di Yunani, Sistine Chapel, dan Tembok Besar Cina yang sudah lebih dulu menggunakan teknologi serupa tanpa merusak struktur cagar budaya. Chairlift ini dirancang khusus untuk membantu kelompok yang memiliki keterbatasan fisik, penyandang disabilitas, maupun tokoh agama senior yang kesulitan mengakses area atas candi secara fisik tanpa mengurangi nilai estetika dan keaslian candi.

Dampak Sosial dari Isu

Penyebaran informasi keliru ini menimbulkan kekhawatiran publik terhadap kelestarian situs bersejarah yang menjadi kebanggaan nasional dan dunia. Kekhawatiran ini wajar dalam konteks pelestarian cagar budaya yang harus sangat hati-hati dalam segala bentuk intervensi. Namun, penjelasan resmi dari Kementerian Kebudayaan menegaskan bahwa langkah ini justru merupakan bagian dari komitmen menjaga cagar budaya sambil meningkatkan aksesibilitas.

Data Pendukung dan Perbandingan Internasional

Berdasarkan keterangan Kementerian Kebudayaan, chairlift yang akan dipasang bersifat non-permanen dan tidak menyebabkan penetrasi atau kerusakan pada struktur cagar budaya. Selain itu, juga terdapat rampway atau jalur landai portable dari kayu dan bantalan yang memenuhi standar pelestarian.

Dalam konteks internasional, beberapa situs sejarah besar telah menerapkan fasilitas aksesibilitas serupa. Misalnya, Akropolis di Yunani memberikan akses kursi roda yang didukung teknologi modern, Pantheon dan Sistine Chapel di Roma juga memasang sistem penunjang aksesibilitas yang dilengkapi teknologi tanpa merusak artefak dan bangunan asli. Hal ini menjadi bukti bahwa teknologi assistive dapat diterapkan dengan prinsip konservasi yang ketat dan bertanggung jawab.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penting bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan tidak terjebak pada berita yang menyesatkan terkait pelestarian Candi Borobudur. Pemerintah dan pengelola kawasan harus terus mengutamakan prinsip-prinsip konservasi yang bertanggung jawab serta mengedepankan aksesibilitas bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas.

Kolaborasi antara institusi pelestarian cagar budaya dan teknologi assistive yang bertanggung jawab dapat menjadi solusi terbaik agar situs bersejarah seperti Borobudur tetap lestari dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa merusak nilai sejarah dan budaya.

Upaya edukasi publik dan transparansi informasi sangat diperlukan agar isu-isu terkait pelestarian dan aksesibilitas tidak menimbulkan kekhawatiran berlebihan dan misinformasi. Penerapan teknologi non-permanen seperti chairlift merupakan langkah modern yang inklusif untuk menyambut era pariwisata yang ramah disabilitas dan berkelanjutan.

(Penulis: Tim Kebudayaan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *