Pendahuluan
Pemerintah Arab Saudi telah memutuskan untuk tidak menerbitkan visa haji furoda pada penyelenggaraan haji tahun 1446 H/2025 M. Keputusan ini telah dikonfirmasi oleh Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI). Menanggapi hal ini, Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Fitrah Bukhari, mendorong adanya opsi refund berkeadilan bagi para jemaah yang terdampak.
Analisis
Keputusan tidak diterbitkannya visa haji furoda ini menimbulkan berbagai permasalahan bagi para calon jemaah yang telah mempersiapkan keberangkatan. Dari perspektif perlindungan konsumen, jaksa Fitrah Bukhari menyatakan bahwa konsumen berhak mendapatkan kompensasi jika produk atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Hal ini didasarkan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), khususnya Pasal 4 huruf h dan Pasal 7 huruf f yang mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memberikan kompensasi jika terjadi ketidaksesuaian layanan.
Dalam konteks ini, terdapat kebutuhan untuk meninjau klausul perjanjian antara konsumen dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) sebagai pelaku usaha sebelum transaksi dilakukan. Klausul force majeure yang mungkin ada dalam perjanjian dapat mempengaruhi besaran pengembalian dana, apakah penuh atau sebagian. Jika tidak ada perjanjian yang jelas, maka proses pengembalian dana harus dilaksanakan secara adil dan transparan melalui musyawarah antara PIHK dan konsumen.
Data Pendukung
Berdasarkan data dan kajian hukum yang dikemukakan oleh Ketua Komisi Advokasi BPKN RI, Fitrah Bukhari, terdapat landasan hukum yang menjamin hak-hak konsumen untuk memperoleh pengembalian dana atau kompensasi. Dalam praktiknya, PIHK juga harus mempertimbangkan biaya yang telah dikeluarkan untuk pengurusan keberangkatan jemaah, termasuk biaya booking tiket pesawat dan hotel.
Dari sisi inovasi penyelesaian masalah, BPKN mendorong PIHK untuk menawarkan beragam skema kompensasi, di antaranya refund secara berkeadilan, pengalihan keberangkatan ke tahun berikutnya, atau bentuk kompensasi lain yang tidak merugikan konsumen.
Kesimpulan
Tidak terbitnya visa haji furoda menjadi masalah yang harus diselesaikan dengan prinsip keadilan bagi semua pihak. Rekomendasi utama adalah pelaksanaan pengembalian dana yang berkeadilan dengan melihat isi perjanjian dan biaya yang telah dikeluarkan. Proses penyelesaian harus dilakukan dengan keterbukaan dan musyawarah antara PIHK dan konsumen untuk menghindari kerugian lebih lanjut bagi jemaah.
Pelajaran penting yang dapat diambil adalah pentingnya perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan jasa haji khusus, serta perlunya transparansi dan komunikasi yang baik antara pelaku usaha dan konsumen. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memperbaiki sistem dan layanan dalam penyelenggaraan ibadah haji khusus di masa mendatang.
Foto: Ilustrasi Haji (Getty Images/Web Hakimi)