Pendahuluan
Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan anggota organisasi kemasyarakatan Forum Betawi Rempug (FBR) di Jakarta Selatan dan Depok telah menjadi sorotan publik. Beberapa anggota FBR ditangkap oleh pihak kepolisian atas dugaan melakukan pemerasan terhadap pedagang asongan, pekerja bangunan, serta pemilik toko. Fenomena ini mengundang perhatian luas karena keterlibatan ormas yang selama ini dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan.
Analisis Dugaan Pemerasan oleh Anggota FBR
Peristiwa pemerasan yang diduga dilakukan oleh anggota FBR menimbulkan keresahan di masyarakat sekitar. Dugaan pemerasan berupa pungutan liar uang bulanan kepada pedagang dan pemilik toko menciptakan kondisi tidak nyaman dan berpotensi merusak citra ormas tersebut. Dari sisi organisasi, Ketua Umum FBR Luthfi Hakim menegaskan bahwa perilaku tersebut merupakan tindakan individu dan bukan representasi seluruh ormas.
Luthfi Hakim menyatakan adanya sanksi tegas yang akan dijatuhkan kepada anggota yang terbukti terlibat, mulai dari pencabutan Kartu Tanda Anggota (KTA) sementara hingga pencabutan keanggotaan. Organisasi juga berkomitmen melakukan evaluasi dan pembinaan agar kejadian serupa tidak terulang dan memperbaiki karakter serta jati diri anggota.
Dampak Sosial
Dugaan pemerasan oleh anggota ormas seperti FBR menyebabkan dampak sosial negatif yang cukup serius. Selain mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat kecil, juga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap peran ormas sebagai pengayom dan pelindung komunitas. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini bisa menimbulkan stigma negatif yang lebih luas terhadap ormas dan memecah belah masyarakat.
Data Pendukung dan Kronologi Penangkapan
Subdit Jatanras Polda Metro Jaya telah menangkap Ketua Ormas FBR Bojongsari dan empat anggota lainnya yang diduga terlibat pemerasan. Penangkapan berlangsung pada Jumat, 16 Mei 2025, bersamaan dengan Operasi Berantas Jaya. Pelaku diduga telah melakukan aksi pemerasan sejak 2021, termasuk pungutan liar yang menyasar pedagang asongan, pekerja bangunan, dan pemilik toko serta ruko di wilayah Bojongsari.
Salah satu tersangka berinisial J diduga melakukan pungutan liar dengan dalih uang keamanan dan telah menjadi anggota FBR selama lima tahun di ranting Juraganan, Jakarta Selatan. Dia juga bekerja sebagai juru parkir liar di Permata Hijau, Jakarta Selatan, yang terlibat dalam praktik pungli kepada masyarakat.
Menurut Kasubdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Abdul Rahim, tindak pemerasan ini berdampak pada keresahan masyarakat dan pelanggaran hukum yang harus ditindak secara tegas.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kejadian dugaan pemerasan oleh oknum anggota FBR menunjukkan dinamika kompleks yang perlu ditanggapi dengan serius oleh berbagai pihak. Bagi ormas, penting untuk melakukan evaluasi dan pengawasan internal yang ketat guna mencegah anggota terlibat dalam tindak kriminal yang dapat mencoreng nama baik organisasi. Upaya pembinaan karakter dan penegakan sanksi internal harus dilakukan secara transparan dan konsisten.
Bagi pihak kepolisian dan pemerintah, pemberantasan praktik pemerasan dan pungutan liar harus diintensifkan sebagai bagian dari penegakan hukum yang adil dan melindungi keamanan masyarakat. Masyarakat juga diharapkan dapat aktif mengawasi dan melaporkan tindakan kriminal agar tidak berkembang menjadi masalah sosial yang lebih besar.
Secara lebih luas, peristiwa ini menjadi pelajaran penting tentang perlunya sinergi antara ormas, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan sosial yang aman, tertib, dan bebas dari praktik-praktik ilegal.
Referensi
- Statemen Ketua Umum FBR Luthfi Hakim terkait penindakan anggota terlibat pemerasan.
- Penangkapan Subdit Jatanras Polda Metro Jaya atas ketua dan anggota FBR Bojongsari.
- Keterangan Kasubdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Abdul Rahim.