Pendahuluan
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji, mengemukakan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemilu Indonesia dalam sebuah focus group discussion bertajuk ‘Sistem Pemilu’ yang digelar di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. Diskusi ini menjadi momen penting dalam mengkaji kembali sistem pemilu yang saat ini diterapkan, terutama terkait dampak dan permasalahan yang muncul dari sistem tersebut.
Analisis Sistem Pemilu dan Masalah yang Muncul
Sistem pemilu proporsional terbuka yang sedang digunakan sebenarnya merupakan respons atas kekurangan sistem pemilu tertutup sebelumnya. Sistem ini memberikan keleluasaan kepada pemilih untuk memilih calon legislatif secara langsung, bukan hanya melalui partai politik. Meskipun demikian, sistem terbuka ini menghadirkan tantangan baru seperti tingginya biaya politik dan praktik politik uang yang semakin marak.
Sarmuji menegaskan bahwa permasalahan yang ada sekarang adalah hasil dari solusi yang diambil sebelumnya: “Today’s problem come from yesterday’s solution.” Ia mempertanyakan asumsi bahwa sistem terbuka otomatis memicu politik uang dan sistem tertutup menjamin hilangnya praktik tersebut. Ada kemungkinan sistem tertutup hanya memindahkan isu politik uang dari masyarakat ke elite partai atau muncul biaya-biaya lain seperti iklan politik yang juga memberatkan calon legislatif.
Dalam diskusi tersebut, Sarmuji juga menyoroti pentingnya diagnosis yang akurat sebelum mengambil langkah perubahan sistem pemilu agar tidak menimbulkan masalah baru yang lebih besar. Ia mencontohkan sosok anggota DPR, Zulfikar Arse Sadikin, yang berhasil melewati sistem terbuka dengan biaya politik yang relatif rendah, menunjukkan bahwa tidak semua kasus sistem terbuka identik dengan politik uang berlebih.
Data Pendukung dan Perspektif Alternatif
Diskusi ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting seperti peneliti Pusat Penelitian Politik BRIN, Muh. Nurhasim; Wakil Ketua Baleg DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung; Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin; dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham. Nurhasim menyoroti kemungkinan adopsi sistem pemilu campuran atau paralel yang dapat menjadi alternatif solusi bagi permasalahan saat ini.
Sistem pemilu campuran ini dinilai mampu mengatasi isu multipartai ekstrem yang kerap menjadi penghambat stabilitas pemerintahan dan memberikan representasi yang lebih efektif baik bagi partai politik maupun calon legislatif individu yang kuat di daerah pemilihan.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari focus group discussion ini dapat disimpulkan bahwa evaluasi sistem pemilu harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan analisis yang matang agar kebijakan yang diambil memberi solusi nyata tanpa menimbulkan masalah baru. Perlu adanya diagnosa yang tepat terhadap permasalahan sebelum menentukan sistem pemilu yang paling sesuai dengan konteks politik dan sosial Indonesia.
Rekomendasi yang muncul adalah mempertimbangkan sistem pemilu campuran sebagai alternatif yang berpotensi mengurangi politik uang dan meningkatkan efektivitas representasi wakil rakyat. Selain itu, perhatian harus diberikan pada aspek biaya politik dan transparansi dalam penyelenggaraan pemilu agar kualitas demokrasi di Indonesia semakin meningkat.
Dengan pendekatan objektif dan matang, berbagai pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk memperbaiki sistem pemilu sehingga membawa perubahan positif bagi demokrasi dan pemerintahan yang lebih stabil di Indonesia.