Pendahuluan
Pemungutan suara ulang (PSU) kembali menjadi sorotan publik dan anggota DPR, khususnya anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus. Dalam rapat kerja Komisi II DPR, Deddy menegaskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhati-hati dan tidak sampai mengorbankan rakyat dan anggaran negara dalam pengelolaan PSU di daerah yang sudah pernah menggelar PSU. Sorotan ini muncul khususnya terkait adanya intervensi dari pihak internal pemerintah dalam pelaksanaan PSU di Tasikmalaya yang menimbulkan polemik.
Analisis
PSU sering kali terjadi akibat adanya gugatan yang menilai terdapat kekeliruan atau masalah dalam proses pilkada atau pemilu yang sebelumnya. Menurut Deddy Sitorus, penyebab utama banyaknya PSU adalah kesalahan dari penyelenggara dan juga peserta pilkada. Hal ini menjadi masalah serius karena selain menimbulkan beban anggaran tambahan, juga membuat rakyat menjadi korban dari ketidaktepatan atau kelalaian penyelenggara maupun pemain politik yang tidak jujur.
Selain itu, Deddy menyoroti adanya keanehan saat pelaksanaan PSU di Tasikmalaya, saat Irjen Kemendagri melakukan audit terhadap seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Tasikmalaya menjelang PSU. Intervensi semacam ini menurutnya patut dipertanyakan apakah merupakan inisiatif sendiri atau perintah dari Menteri Dalam Negeri. Ia mengingatkan agar hal ini tidak terjadi lagi di daerah lain yang menggelar PSU agar tidak menimbulkan kerugian bagi rakyat dan anggaran negara.
Deddy juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa adanya PSU berulang kali akan membuka peluang terjadinya praktek politik uang yang justru merugikan proses demokrasi. Ia mengimbau agar hukum kepemiluan ditegakkan dengan tegas sehingga tidak ada pihak yang memanfaatkan proses hukum demi kepentingan politik dan merugikan negara serta masyarakat.
Data Pendukung
Berdasarkan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sebagian besar alasan permohonan PSU terkait dengan persoalan administratif yang sebenarnya bisa dicegah sejak awal. Hal ini menandakan masih lemahnya pengelolaan tahapan pilkada dari aspek administratif di lembaga penyelenggara.
Sejumlah pakar demokrasi dan hukum memilih menguatkan aspek pengawasan dan regulasi yang tegas terhadap penyelenggara pemilu agar kesalahan administratif dapat diminimalisir hingga nol. Selain itu, partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pilkada menuntut transparansi dan akurasi dalam proses penyelenggaraan agar demokrasi berjalan dengan baik tanpa terganggu oleh isu-isu kecurangan dan money politic.
Kesimpulan
Permasalahan PSU yang berulang di Indonesia menunjukkan perlunya evaluasi mendalam terhadap kinerja penyelenggara pilkada dan mekanisme hukum dalam menanggapi gugatan pilkada. DPR, melalui Komisi II, harus terus mendorong KPU dan instansi terkait untuk memperkuat aspek administratif dan hukum dalam penyelenggaraan pilkada agar anggaran tidak terus menjadi korban dan rakyat tidak dirugikan.
Diharapkan peningkatan kualitas penyelenggaraan pilkada ini dapat menyelamatkan demokrasi di Indonesia dari praktik politik uang dan intervensi yang tidak semestinya. Fokus utama harus pada penyelesaian pilkada secara tepat waktu dan jujur untuk menjaga kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi di tanah air.
(amw/maa)
Mau ikut chat asyik ππ¬ bisa merapat ke sini π temanchat.com ππ₯β¨ Yuk seru-seruan bareng! πππΊπ